Gema Aktualita
http://dspace-surabaya.uph.edu:8080/xmlui/handle/123456789/28
2024-03-29T12:11:24ZAnalisis pertanggungjawaban hukum marketplace selaku penyedia tempat perdagangan online terkait penjualan produk tiruan yang melanggar kekayaan intelektual
http://dspace-surabaya.uph.edu:8080/xmlui/handle/123456789/2573
Analisis pertanggungjawaban hukum marketplace selaku penyedia tempat perdagangan online terkait penjualan produk tiruan yang melanggar kekayaan intelektual
Tambuwun, Maria Bertha Ismulyani; Mandiana, Sari; Irawan, Joshua Evandeo
Penelitian ini membahas mengenai pertanggungjawaban hukum marketplace selaku penyedia tempat perdagangan
online terkait penjualan produk tiruan yang melanggar kekayaan intelektual. Penelitian ini menggunakan tipe penelitian Yuridis
Normatif, yang mengolah bahan-bahan hukum melalui studi pustaka. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis
pelanggaran kekayaan intelektual yang terdapat dalam penjualan barang-barang tiruan di marketplace dan bentuk tanggung
jawab hukum apa, yang dapat dilimpahkan ke marketplace selaku pihak yang bertanggung jawab atas keberadaan informasi
elektronik yang melanggar hukum dalam marketplace terkait. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa marketplace dapat
dikenakan tanggung jawab hukum, yang didasarkan pada ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Pedata, Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016
tentang Merek dan Indikasi Geografis, Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri, dan Peraturan
Pemerintah Nomor 80 tahun 2019 tentang Perdagangan melalui Sistem Elektronik. Marketplace dalam hal ini memiliki
konsekuensi hukum atas beredarnya barang-barang tiruan yang tergolong sebagai konten informasi elektronik ilegal.
Pertanggungjawaban hukum marketplace dapat dilakukan melalui mekanisme ganti rugi perdata dan/atau pidana denda / This study discusses the marketplace legal liability of marketplace as on online trading service provider. This study
used a normative juridical study that processes legal materials through literature study. This research is intended to find out
the type of violation of intellectual property rights in the sale of counterfeit products in the marketplace and the form of legal
liability of the marketplace as the party responsible for the existence of electronic information that violates the law in the
relevant marketplace. This results of this research shows that marketplace can be held legally responsible based on the
provisions of the Civil Code, Law Number 11 of 2008 concerning Information and Electronic Transactions, Law Number 19 of
2016 concerning Amendments to Law Number 11 of 2008 concerning Information and Electronic Transactions, Law Number
20 of 2016 concerning Trademarks and Geographical Indications, Law Number 31 of 2000 concerning Industrial Designs, and
Government Regulation Number 80 of 2019 concerning Trading through Electronic Systems.Based on this research the
marketplace has legal consequences over the sales of counterfeit as illegal electronic information content. Marketplace legal
liability can be carried out through a penalty payment mechanism and/or fines
2022-01-01T00:00:00ZAnalisis penyalahgunaan wewenang bupati Jember terkait putusan ma no. 2p/khs/2020 (kasus pemakzulan bupati Jember)
http://dspace-surabaya.uph.edu:8080/xmlui/handle/123456789/2452
Analisis penyalahgunaan wewenang bupati Jember terkait putusan ma no. 2p/khs/2020 (kasus pemakzulan bupati Jember)
Dongoran, Eirene Tiouli Kerenhapukh Mutiara; Mandiana, Sari; Widjiastuti, Agustin
Pada umumnya kasus pemakzulan terjadi kepada Presiden, namun kasus ini membahas mengenai pemakzulan kepala daerah yaitu Bupati Jember. Tindakan pemakzulan yg dilakukan oleh DPRD harus memperhatikan konstruksi dari pemakzulan presiden dan unsur-unsur yg telah dilanggar oleh Bupati Jember. Oleh karenanya muncul permasalahan yaitu: Pertama, Kabupaten Jember tidak mendapatkan quota farmasi seleksi CPNS untuk tahun 2019, sebagaimana pengumuman Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor: B/1069/M.SM.01.00/2019 di Lingkungan Pusat dan Daerah. Kedua, Bupati Jember tidak mematuhi rekomendasi dari KASN melalui surat nomor: R-3419/KASN/10/2019, tanggal 15 Oktober 2019, perihal Rekomendasi atas pelanggaran system merit dalam mutase pegawai di lingkungan Kabupaten Jember. Ketiga, Bupati Jember tidak mematuhi surat Gubernur Jawa Timur Nomor: 131/25434/011.2/2019, tanggal 10 Desember 2019 perihal Rekomendasi atas Pemeriksaan Khusus, atas tindak lanjut Surat Mendagri Republik Indonesia Nomor: 700/12429/SJ, tanggal 11 November 2019, perihal Rekomendasi atas pemeriksaan khusus. Dalam kasus ini MA memberikan putusan menolak permohonan DPRD dengan alasan permohonan tidak berdasarkan hukum. Namun dari analisis pembahasan bahwa DPRD sudah melakukan sesuai prosedur dan sesuai dengan aturan yg berdasarkan hukum sehingga putusan MA adalah tidak benar apabila menyatakan tidak berdasarkan hukum / In general, cases of impeachment occur to the President, but this case discusses the impeachment of the regional head, namely the Regent of Jember. Therefore, problems arise, namely: First, Jember Regency did not get a pharmaceutical quota for CPNS selection for 2019, as announced by the Minister of State Apparatus Empowerment and Bureaucratic Reform of the Republic of Indonesia Number: B/1069/M.SM.01.00/2019 in the Central and Regional Environments. Second, the Regent of Jember did not comply with the recommendation from KASN through letter number: R-3419/KASN/10/2019, dated October 15, 2019, regarding Recommendations for violations of the merit system in employee transfers within the Jember Regency. Third, the Regent of Jember did not comply with the letter from the Governor of East Java Number: 131/25434/011.2/2019, dated December 10, 2019 regarding Recommendations for Special Examinations, as a follow-up to the Letter of the Minister of Home Affairs of the Republic of Indonesia Number: 700/12429/SJ, dated November 11, 2019, regarding Recommendations for special examinations. In this case, the Supreme Court gave a decision to reject the DPRD's application on the grounds that the application was not based on law. However, from the analysis of the discussion that the DPRD has carried out according to the procedure and in accordance with the rules based on law so that the Supreme Court's decision is not correct if it states that it is not based on the law
2021-12-01T00:00:00ZTinjauan yuridis terhadap anak sebagai influencer ditinjau dari undang-undang perlindungan anak dan undang – undang ketenagakerjaan ( studi kasus: eksploitasi anak ‘a’ oleh aktris TM)
http://dspace-surabaya.uph.edu:8080/xmlui/handle/123456789/2451
Tinjauan yuridis terhadap anak sebagai influencer ditinjau dari undang-undang perlindungan anak dan undang – undang ketenagakerjaan ( studi kasus: eksploitasi anak ‘a’ oleh aktris TM)
Angelica, Gabriella; Mandiana, Sari; Irawan, Joshua Evandeo
Penelitian ini membahas mengenai maraknya pekerjaan influencer akibat adanya kemajuan teknologi di Indonesia. Pekerjaan Influencer ini tidak hanya digandrungi oleh para remaja dan orang dewasa saja, tetapi juga para orang tua yang menjadikan anak mereka influencer anak karena selain mudah dan sejalan dengan minat, bakat, dan hobi anak mereka, pekerjaan ini turut mendatangkan keuntungan berupa uang. Pada dasarnya menurut UU Ketenagakerjaan, anak tidak boleh bekerja karena selain dapat mengganggu perkembangan dan kesehatan fisik, mental, dan sosial anak, hal ini juga dapat menimbulkan potensi anak untuk dieksploitasi secara ekonomi yang dilarang dalam UU Perlindungan Anak. Tujuan dari penelitian adalah untuk mengetahui aturan hukum mengenai pekerja influencer anak serta hak – hak pekerja anak dalam UU Perlindungan Anak jo. UU Ketenagakerjaan dan sanksi bagi pelanggar hak-hak anak. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa, orang tua atau pengasuh yang mempekerjakan seorang anak menjadi influencer anak, dalam hal ini TM yang mengkaryakan ‘A’ sebagai influencer anak, terbukti telah melakukan eksploitasi ekonomi sebagaimana yang dituduhkan kepadanya. Selain terdapat pelanggaran atas usia anak yang boleh dipekerjakan, TM juga telah melanggar hak ‘A’ dalam UU Perlindungan Anak demi mendapatkan keuntungan untuk dirinya sendiri / This literature is mainly discussing about the rise of new working title as influencer due to the technology advancement in Indonesia. Influencer work isn’t only treasured by teenagers and adults, but parents nowadays who turn their children into child influencer because beside of the reasoning an easy entry industry combined with the alignment of interests, talents, and hobbies of their children, somewhat this particular line of work incur financial benefits. Basicaly, based on enacted Labor Law, children are prohibited to have occupations because besides being able to interfere with the physical, mental, and social development and health of children, this configuration impacts could aggravate that lead to the potential exploited child matter in regards with monetary advantages which is outlawed in the Child Protection Act. The purpose of the research is to find out about the legal rules regarding child influencer workers and the rights of child labor that has been enacted in the Child Protection Law jo. Labor Law and sanctions for violators of children's rights. The result of this research shows that, parents or care giver who employs a child to entitled as child influencer, in this study of TM who employs ‘A’ as a child influencer, found guilty from proven-based concept law as alleged to carry economical exploitation towards her. Besides, there’s a violation conducted for the regard of age wise children labor law, TM also violated ‘A’ ‘s right which mentioned in Child Protection for the benefit of herself
2021-12-01T00:00:00ZPrespektif ham tentang diskriminasi terhdap pengidap LGBT
http://dspace-surabaya.uph.edu:8080/xmlui/handle/123456789/2450
Prespektif ham tentang diskriminasi terhdap pengidap LGBT
Taviana, Tania; Widjiastuti, Agustin; Jacobus, Jusup
Fenomena LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual, Transgender) saat ini telah berkembang di dalam kehidupan sehari-hari. Masyarakat Indonesia dengan kebudayaan timurnya yang menganggap bahwa kaum LGBT merupakan orang-orang yang menyimpang, sehingga kaum LGBT ini masih ragu untuk membuka diri mereka kepada masyarakat. Pengakuan atas hak-hak LGBT adalah resolusi PBB yang pertama yang secara spesifik mengangkat isu pelanggaran HAM berdasarkan orientasi seksual dan identitas gender. Resolusi tentang pengakuan atas hak-hak LGBT inilah yang dijadikan sebagai landasan tuntutan bagi kaum LGBT dalam menuntut hak-hak mereka dengan mengatas namakan hak asasi manusia. Namun demikian, di Indonesia, tentunya berbicara mengenai penegakkan hak asasi manusia, khususnya yang diperjuangkan oleh komunitas LGBT, penegakkannya harus disesuaikan dengan aturan hukum dan nilai-nilai Pancasila sebagai dasar Negara dan landasan falsafah kehidupan berbangsa dan bernegara / The phenomenon of LGBT (Lesbian, Gay, Bisexual, Transgender) has now developed in everyday life. Indonesian society with its eastern culture thinks that LGBT people are deviant people, so that LGBT people are still hesitant to open themselves up to society. Recognition of LGBT rights is the first UN resolution that specifically addresses the issue of human rights violations based on sexual orientation and gender identity. This resolution regarding the recognition of LGBT rights is used as a basis for demands for LGBT people to claim their rights in the name of human rights. However, in Indonesia, of course talking about upholding human rights, especially those fought for by the LGBT community, enforcement must be adjusted to the rule of law and the values of Pancasila as the basis of the State and the foundation of the philosophy of national and state life
2021-12-01T00:00:00Z