ANALISIS PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI NOMOR 104 PK/Pid.Sus/2015 DITINJAU DARI PERATURAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 1 TAHUN 1956
Abstract
Penggunaan merek dagang memegang peranan penting dalam lalu lintas
perdagangan. Penegakan hukum hak merek mempunyai dua aspek, yaitu aspek
hukum perdata dan aspek hukum pidana. Penegakan hukum pidana dalam kasus
pemalsuan merek, seyogyanya didasarkan pada penegakan hukum perdata tentang
keabsahan suatu merek, apakah merek itu punya persamaan pada pokoknya atau
persamaan secara keseluruhan dengan merek lain, dan siapakah pemilik merek yang
berhak. Kasus yang dibahas dalam tesis ini adalah kasus sengketa merek antara
pemilik merek Gudang Garam melawan pemilik merek Gudang Baru. Pemilik merek
Gudang Garam menggunakan upaya hukum perdata dan upaya hukum pidana. Dalam
upaya hukum perdata, pemilik merek Gudang Baru telah dimenangkan melalui
Putusan MA No. 162 K/Pdt.Sus-HKI/2014 tanggal 22 April 2014, namun dalam
upaya hukum pidana, pemilik merek Gudang Baru melalui Putusan PK No. 104
PK/Pid.Sus/2015 tanggal 10 November 2015 telah dijatuhi pidana, walaupun Putusan
PK No. 104 PK/Pid.Sus/2015 tersebut dijatuhkan setelah putusan perkara perdata.
Judex facti dan judex juris dalam perkara pidana tidak mempunyai
kewenangan untuk menetapkan tentang keabsahan suatu merek, apakah merek itu
punya persamaan pada pokoknya atau persamaan secara keseluruhan dengan merek
lain, dan siapakah pemilik merek yang berhak. MA sebagai benteng terakhir bagi
pencari keadilan seyogyanya, memahami kewenangan penanganan perkara sesuai
dengan UU yang berlaku dan memeriksa perkara sesuai dengan kewenangannya.