dc.contributor.author | Anggraini, Cicilia Citra | |
dc.date.accessioned | 2019-04-30T04:34:35Z | |
dc.date.available | 2019-04-30T04:34:35Z | |
dc.date.issued | 2018-12-21 | |
dc.identifier.uri | http://hdl.handle.net/123456789/1337 | |
dc.description.abstract | BUMN merupakan bentuk pemerintah untuk turut serta secara langsung
memajukan perkonomian negara, mewujdukan kesejahteraan yang merata sesuai
dengan amanat dalam Pembukaan alinea ke-4 UUD’45. Begitu besar peran serta dan
kontribusi BUMN dapat dilihat dalam kehidupan sehari-hari, adapun dua bentuk
BUMN yaitu Persero dan Perum dengan maksud dan tujuan yang berbeda. Dalam
perkembangannya BUMN yang berbentu Persero ini mengalami problematik hukum
terkait dengan adanya saham yang berasal dari keuangan negara yang telah dipisahkan.
Direksi persero sebagai organ Persero dengan tugas untuk melakukan kepengurusan
Persero bedasarkan anggaran dasar perseroan dan peraturan perundang-undangan,
dengan tugas untuk menentukan dan mengambil keputusan akan arah jalannya Persero
tersebut seringkali disangkutkan dengan kasus korupsi manakala BUMN tersebut
mengalami kerugian, dikarenakan dianggap sahamya berasal dari keuangan negara.
Para penegak hukum secara tergesa-gesa menetapkan direksi BUMN sebagai pihak
yang dipersalahkan manakala BUMN tersebut mengalami kerugian, dengan dasar Pasal
2 ayat (1) dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi sebagaimana salah satu unsur utamanya adalah merugikan
keuangan negara. Dalam penjelasan umum Undang-Undang tersebut dan definisi
keuangan negara dalam Pasal 2 huruf g Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003
mencakup segala keuangan negara yang telah dipisahkan dan yang ada pada BUMN
maupun BUMN. Padahal BUMN dalam menjalankan usahanya sama dengan Perseroan
Terbatas sebagaima tertuangan dalam Pasal 11 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003
maka dengan tujuan utama adalah profit oriented maka tidak akan lepas dari resiko
kerugian, selama direksi menjalankan tugasnya sesuai dengan anggaran dasar dan
peraturan perundangan ia dilingungi dengan asas business judgment rule. Lebih lanjut,
para penegak hukum melupakan fakta dasar Perseroan Terbatas adalah memiliki
kekayaan sendiri yang terpisah dan sudah terbagi atas saham, sehingga saham yang
berasal dari keuangan negara yanng telah dipisahkan telah menjadi kekayaan BUMN
sebagaimana Perseroan Terbatas | en_US |
dc.language.iso | ina | en_US |
dc.publisher | Universitas Pelita Harapan Surabaya - Faculty Of Law - Department Of Law | en_US |
dc.subject | Keuangan negara | en_US |
dc.subject | Organ BUMN | en_US |
dc.subject | Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 3 UndangUndang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi | en_US |
dc.subject | asas Business Judgement rule | en_US |
dc.subject | asas lex Posterior Derograt Legi Priori | en_US |
dc.title | Analisa Tindak Pidana Korupsi Dalam Keuangan Badan Usaha Milik Negara Yang Diatur Dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi | en_US |
dc.type | Thesis | en_US |