PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEMBELI DALAM TRANSAKSI JUAL BELI DARING
Abstract
Seiring perkembangan teknologi dan informasi. Jual beli saat ini dapat
dilakukan secara daring (dalam jaringan). Satu sisi jual beli daring memberikan
dampak positif, yakni memberikan banyak kemudahan dalam membeli dan
bertransaksi. Namun, sisi yang lain dapat memberikan dampak negatif, seperti:
pengiriman yang telat, ketidakjelasan informasi dan lain sebagainya.
Dalam jual beli daring permasalahan ini kerap kali muncul dikarenakan
kondisi jarak antara penjual dan pembeli yang jauh atau bahkan ada di dalam
yurisdiksi hukum yang berbeda, dalam arti lain berada di negara yang berbeda,
sehingga pembeli kesulitan untuk memperjuangkan haknya mendapatkan
kompensasi dan ganti rugi. Salah satu masalah yang sering terjadi adalah adanya
wanprestasi yang dilakukan penjual karena ingkar janji atas perjanjian yang
disepakati. Hal ini konsumen perlu mendapat perlindungan secara hukum. Metode
penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis penelitian Yuridis
Normatif melalui pendekatan perundang-udangan (Statute Approach), dan
pendekatan konseptual (Conceptual Approach).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada perlindungan hukum bagi korban
transaksi jual beli daring, khususnya konsumen, yang mengalami wanprestasi,
yakni hubungan hukum antara para pihak dalam transaksi jual beli daring, dapat
ditunjukkan dengan adanya dokumen elektronik berupa informasi elektronik atau
hasil cetak informasi elektronik yang memiliki kekuatan hukum yang sah sesuai
Pasal 5 ayat (1) UU ITE. Jika terjadi wanprestasi atas transaksi jual beli daring
maka sanksi atau hukumannya adalah membayar ganti kerugian sesuai pasal 18
ayat (1) UU ITE. Bentuk ganti rugi adalah biaya, kerugian dan bunga sesuai Pasal
1243 BW. Upaya mengajukan gugatan dalam perjanjian jual beli daring dapat
melakukan tahapan penyelesaian sengketa yang dapat diambil antara lain adalah:
(a) Melalui Litigasi menurut pasal 38 ayat (1) UU ITE, dan (b) Non Litigasi
munurut pasal 39 ayat (2) UU ITE.