Tes keperawanan dalam kasus atlet senam artistik ditinjau dari HAM
Abstract
Setiap manusia mempunyai Hak Asasi Manusia yang telah melekat padanya sejak lahir ke bumi. Ada sebuah kasus di mana nama Shalfa Avrila Sania, seorang atlet senam artistik dicoret untuk mengikuti SEA Games 2019 oleh pelatihnya karena Shalfa dituduh tidak perawan. Pelatih Shalfa pun menyuruhnya untuk menjalani tes keperawanan. Penelitian ini mengkaji apakah pencoretan atlet senam artistic karena tuduhan “tidak perawan” merupakan pelanggaran HAM, dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan menggunakan studi kepustakaan melalui UU HAM dan Kovenan Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik yang telah diratifikasi oleh Indonesia dalam UU No.12 Tahun 2005, dan menggunakan Statute approach (pendekatan undang-undang) yang menelaah undang-undang serta regulasi yang berlaku dalam menangani isu hukum, serta Conceptual approach, yaitu pendekatan melalui doktrin dalam ilmu hukum. Langkah penelitian dilakukan dengan langkah inventarisasi, mengumpulkan bahan hukum melalui studi pustaka, lalu bahan hukum tersebut diklasifikasikan, yakni yang benar-benar diperlukan serta mendukung, dan disusun secara sistematis agar dapat untuk dipahami. Tes keperawanan yang dilakukan kepada Shalfa tersebut melanggar Pasal 17 Kovenan Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik yang mengatur mengenai hak atas privasi seseorang serta Pasal 29 ayat 1 dan Pasal 49 ayat 3 UU HAM yang juga mengatur mengenai privasi dan perlindungan terhadap fungsi reproduksi perempuan. Tindakan pelatih Shalfa juga melanggar Pasal 310 ayat 1 KUHP mengenai pencemaran nama baik