Kedudukan hukum antara kreditor pemegang jaminan kebendaan dan upah buruh dalam peristiwa kepailitan
View/ Open
Date
2021-05-28Author
Sugijanto, Michael
Hasan, Tandyo
Achmad, Andyna Susiawati
Metadata
Show full item recordAbstract
Penelitian ini bermaksud untuk menjawab sebuah rumusan masalah yang sering menjadi ganjalan dalam
penyelesaian utang Debitor dalam peristiwa Kepailitan. Rumusan masalah dalam karya tulis ini adalah keputusan mana yang
lebih kuat dasar hukumnya antara Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 18/PUU-VI/2008 (PMK I) yang mendahulukan
pembayaran Kreditor Preferen yang bersandar pada Pasal 55 ayat (1) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang
Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UUK-PKPU) dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor67/PUUXI/
2013 (PMK II) yang mendahulukan Kreditor Hak Istimewa-Separatis, yakni para Buruh yang bertopang pada Pasal 95
ayat (4) UU Ketenagakerjaan. Metodologi penelitian yang digunakan adalah yuridis-normatif-doktrinal dengan melakukan
studi pustaka atau penelusuran hukum sebagai norma atau doktrin. Hasil penelitian atas rumusan masalah pertama
menunjukkan bahwa dari segi prosedur, Kreditor Preferen dengan Hak Istimewa-Separatis mempunyai hak untuk menerima
terlebih dahulu hasil eksekusi atau penjualan atas jaminan tersebut. Namun dari segi pendahuluan hak, hak Buruh atas
upahnya lah yang lebih diutamakan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa PMK II memiliki dasar hukum yang lebih kuat
dengan adanya asas hukum universal yang disebut dengan lex posterior derogat legi priori dan tidak adanya pertentangan
substansial dari hasil putusan PMK II dengan undang-undang / This research is intended to answer a problem that often becomes a stumblingblock in settling debtors’ debt in the
event of bankruptcy. The problem is which constitutional court ruling is more well-grounded; Constitutional Court Ruling
Number 18/PUU-VI/2008 (CCR I) that prioritize the payment for Preferred Creditors with collateral in accord with Article
55.1 Indonesian Bankruptcy and Debt Restructurization Law (Bankruptcy Law) and Constitutional Court Ruling Number
67/PUU-XI/2013 (CCR II) that prioritize settlement for Creditors with Privilege-Separatist Rights, namely laborers
according to Article 95.4 Indonesian Labor Law (Labor Law). The methodology used in this research are juridic-normativedoctrinal,
which is done through biblical studies and tracking related laws and regulations. The result of this research shows
that from procedural perspective, Laborers rights to receive settlement PRECEDES the rights of that Preferred Creditors,
disregarding whoever has the right to liquidate said collateral. Thus it is safe to assume that CCR II precedes CCR I based
on the non-existence substantial dispute between CCR II and the positive law on top of its accordance with universal
principle of lex posterior derogat legi priori