Show simple item record

dc.contributor.authorSugijanto, Michael
dc.contributor.authorHasan, Tandyo
dc.contributor.authorAchmad, Andyna Susiawati
dc.date.accessioned2021-11-19T07:27:18Z
dc.date.available2021-11-19T07:27:18Z
dc.date.issued2021-05-28
dc.identifier.issn2223-5078
dc.identifier.urihttp://hdl.handle.net/123456789/2434
dc.description.abstractPenelitian ini bermaksud untuk menjawab sebuah rumusan masalah yang sering menjadi ganjalan dalam penyelesaian utang Debitor dalam peristiwa Kepailitan. Rumusan masalah dalam karya tulis ini adalah keputusan mana yang lebih kuat dasar hukumnya antara Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 18/PUU-VI/2008 (PMK I) yang mendahulukan pembayaran Kreditor Preferen yang bersandar pada Pasal 55 ayat (1) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UUK-PKPU) dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor67/PUUXI/ 2013 (PMK II) yang mendahulukan Kreditor Hak Istimewa-Separatis, yakni para Buruh yang bertopang pada Pasal 95 ayat (4) UU Ketenagakerjaan. Metodologi penelitian yang digunakan adalah yuridis-normatif-doktrinal dengan melakukan studi pustaka atau penelusuran hukum sebagai norma atau doktrin. Hasil penelitian atas rumusan masalah pertama menunjukkan bahwa dari segi prosedur, Kreditor Preferen dengan Hak Istimewa-Separatis mempunyai hak untuk menerima terlebih dahulu hasil eksekusi atau penjualan atas jaminan tersebut. Namun dari segi pendahuluan hak, hak Buruh atas upahnya lah yang lebih diutamakan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa PMK II memiliki dasar hukum yang lebih kuat dengan adanya asas hukum universal yang disebut dengan lex posterior derogat legi priori dan tidak adanya pertentangan substansial dari hasil putusan PMK II dengan undang-undang / This research is intended to answer a problem that often becomes a stumblingblock in settling debtors’ debt in the event of bankruptcy. The problem is which constitutional court ruling is more well-grounded; Constitutional Court Ruling Number 18/PUU-VI/2008 (CCR I) that prioritize the payment for Preferred Creditors with collateral in accord with Article 55.1 Indonesian Bankruptcy and Debt Restructurization Law (Bankruptcy Law) and Constitutional Court Ruling Number 67/PUU-XI/2013 (CCR II) that prioritize settlement for Creditors with Privilege-Separatist Rights, namely laborers according to Article 95.4 Indonesian Labor Law (Labor Law). The methodology used in this research are juridic-normativedoctrinal, which is done through biblical studies and tracking related laws and regulations. The result of this research shows that from procedural perspective, Laborers rights to receive settlement PRECEDES the rights of that Preferred Creditors, disregarding whoever has the right to liquidate said collateral. Thus it is safe to assume that CCR II precedes CCR I based on the non-existence substantial dispute between CCR II and the positive law on top of its accordance with universal principle of lex posterior derogat legi priorien_US
dc.language.isoinaen_US
dc.publisherLPPM UPH Kampus Surabayaen_US
dc.relation.ispartofseriesVol. 8 No. 1, Juni 2021;
dc.subjectKepailitanen_US
dc.subjectDebituren_US
dc.subjectKredituren_US
dc.subjectAgunanen_US
dc.subjectTenaga Kerjaen_US
dc.subjectBankruptcyen_US
dc.subjectDebitoren_US
dc.subjectCreditoren_US
dc.subjectCollateralen_US
dc.subjectLaboren_US
dc.titleKedudukan hukum antara kreditor pemegang jaminan kebendaan dan upah buruh dalam peristiwa kepailitanen_US
dc.typeJournalen_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record