Paradigm: Death Penalty and Proportionality Principle
Abstract
Hukum pidana sebagai suatu sistem merupakan keseluruhan sistem (aturan perundang-undangan) yang
mengatur bagaimana hukum pidana dioperasionalkan secara konkret sehingga seseorang dijatuhi sanksi /pidana.
Pidana sendiri pada hakekatnya merupakan suatu penderitaan. Pengertian demikian berarti sistem hukum pidana
adalah identik dengan sistem penegakan hukum pidana yang terdiri dari sub sistem Hukum Pidana
Materiil/substantif (Materielle Strafrecht), sub sistem Hukum Pidana Formil (Strafprozessrecht), dan sub sistem
Hukum Pelaksanaan Pidana (Strafverorderingsrecht). Ketiganya merupakan satu kesatuan yang disebut sistem
pemidanaan. Dari segi Hukum Pidana substantif yang menyangkut jenis-jenis pidana melalui pasal 10 Kitab Undangundang
Hukum Pidana (selanjutnya disingkat KUHP) dikenal “ Pidana Mati “ sebagai urutan ter atas dan
merupakan jenis pidana pokok yang paling berat sesuai pasal 69 KUHP.
Berbicara tentang Hukum Pidana dari segi fungsional telah mengalami perkembangan sejak tahun 1918 sampai
saat ini. Diawali dengan penekanan yang hanya ditujukan pada Daad-Schuld, dimana kesalahan merupakan dasar
segalanya yang terpengaruh oleh ajaran monolistik. Dalam dekade selanjutnya dikenal Daad – Dader – strafrecht,
dalam pemahaman perbuatan dan pelaku dikenai hukum pidana dengan penekanan pada asas legalitas, mampu
bertanggung-jawab, kesalahan dan pidana. Memahami perbuatan pidana tidak cukup hanya mengenal Crime,
offender, and sanction, tanpa memahami korban/victim yakni orang yang dikenai perbuatan pidanat/crime tadi, yang
tak dapat terpisahkan.. Dengan demikian berbicara tentang sanksi (pidana mati) tidak terlepas dari pengertian
korban/victim dan bukan hanya pada pelaku/dader/offender saja dengan mengedepankan asas
Proporsionalitas/keseimbangan yang terintegrasi di dalam hukum pidana itu sendiri.