PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMERINTAH INDONESIA TERHADAP KEBUDAYAAN/SENI DAN SASTRA MILIK RAKYAT INDONESIA YANG DI KLAIM OLEH PEMERINTAH MALAYSIA
Abstract
Dalam jangka waktu 5 Tahun, Malaysia telah 7 kali mengklaim Budaya
Indonesia, sebagai miliknya.Sepanjang tahun 2007-2012 sedikitnya Malaysia
sudah tujuh kali mengklaim budaya Indonesia sebagai warisan budaya
negaranya.Windu menjabarkan klaim Malaysia dimulai pada November 2007
terhadap kesenian Reog Ponorogo. Selanjutnya pada Desember 2008, saat itu
Malaysia mengklaim lagu “Rasa sayange”, disusul dengan batik yang diklaim
Malaysia pada Januari 2009. Masih ada Tari Pendet dari Bali dan alat musik
angklung yang juga diklaim oleh Malaysia”. Selain kesenian, klaim semena-mena
oleh Malaysia juga dilakukan pada Beras “AND”. Padahal beras tersebut asli
berasal dari Nunukan, Kalimantan Timur, kemudian dijual Malaysia dengan merk
Bario Rice. Permasalahan diatas merupakan pelanggaran Hak cipta, di Indonesia
diatur dalam UUHC, tetapi karena ini merupakan permasalahan yang bersifat
Internasional jadi pemerintah Indonesia dapat menuntut pemerintah Malaysia
menggunakan Konverensi Berne yang sudah disahkan dalam Keppres RI No.18
Tahun 1997 pasal 33 (1), “bahwa Perkara manapun antara dua negara Uni atau
leih mengenai penafsiran atau penerapan konfensi ini, yang tidak selesai dengan
negosiasi, dapat, oleh salah satu negara yang dimaksud, dibawa pada Pengadilan
Internasional melalui permohonan sesuai dengan statuta Pengadilan, jika tidak
negara-negara dimaksud sepakat atas beberapa metode penyelesaian lain. Negara
yang membawa perkara tersebut pada Pengadilan harus memberitahukan Biro
Internasional; Biro Internasional membawa masalah tersebut untuk menjadi
perhatian bagi negara-negara Uni lain. Republik Indonesia menempatkan
posisinya bahwa untuk perkara manapun yang ditujukan pada Pengadilan
Internasional untuk keputusannya, persetujuan semua pihak untuk perkara tersebut
adalah perlu dalam maasing-masing kasus”.