• English
    • Bahasa Indonesia
  • English 
    • English
    • Bahasa Indonesia
  • Login
View Item 
  •   DSpace Home
  • Faculty of Law
  • Law
  • Final Project (Law)
  • View Item
  •   DSpace Home
  • Faculty of Law
  • Law
  • Final Project (Law)
  • View Item
JavaScript is disabled for your browser. Some features of this site may not work without it.

PERJANJIAN SEWA RAHIM (SURROGACY) DITINJAU DARI KUH PERDATA

Thumbnail
View/Open
1.SAMPUL.pdf (1.421Mb)
2.ABSTRAK.pdf (9.441Kb)
3.BAB I.pdf (21.76Kb)
4.BAB II.pdf (62.77Kb)
5.BAB III.pdf (30.27Kb)
6.BAB IV.pdf (14.15Kb)
7.DAFTAR PUSTAKA.pdf (9.551Kb)
8.LAMPIRAN A.pdf (158.6Kb)
9.LAMPIRAN B.pdf (4.983Mb)
10.LAMPIRAN C.pdf (89.25Kb)
Date
2012-01-18
Author
LOREN, OLIVIA
Metadata
Show full item record
Abstract
Perjanjian sewa rahim merupakan perjanjian antara seorang wanita (wanita surrogate). yang mengikatkan diri melalui suatu perjanjian dengan pihak lain (pasangan suami-istri) untuk menjadi hamil terhadap hasil pembuahan suami-istri yang bersangkutan, dengan menanamkan benih dalam rahim wanita tersebut (wanita surrogate). Dalam suatu perjanjian dibutuhkan 4 (empat) syarat untuk menjadi sah di mata hukum. Praktik surrogate moher terganjal pada “suatu hal tertentu” dan “suatu sebab yang halal” karena rahim tidak dapat menjadi objek perjanjian sebagai hal atau barang yang dapat diperdagangkan dan surrogate mother tidak memenuhi kepatutan, kebiasaan dan undang-undang. Perjanjian yang tidak memenuhi “suatu hal tertentu” dan “suatu sebab yang halal” maka harus batal demi hukum. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah penerapan perjanjian sewa rahim (surrogacy) telah sesuai dengan Kitab Undang Undang Hukum Perdata. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif yakni upaya mencari penyelesaian masalah dengan meneliti dan mengkaji norma hukum positif dengan melakukan studi kepustakaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perjanjian sewa rahim (surrogacy) tidak sesuai dengan syarat sahnya perjanjian dalam pasal 1320 KUH Perdata. Ketentuan pidana terhadap teknologi reproduksi buatan tidak diatur secara jelas, karena ketentuan pidana dalam UU No. 23 Tahun 1992 telah dinyatakan tidak berlaku atas dasar pasal 204 UU No. 36 Tahun 2009. Pemerintah haruslah mengeluarkan peraturan perundang-undangan secara jelas dan disosialisasikan kepada praktisi medis yang bersangkutan sekaligus diperketat regulasinya pada Rumah sakit tertentu yang memenuhi persyaratan penyelenggaraan Teknologi Reproduksi Berbantu.
URI
http://hdl.handle.net/123456789/445
Collections
  • Final Project (Law)

DSpace software copyright © 2002-2016  DuraSpace
Contact Us | Send Feedback
Theme by 
Atmire NV
 

 

Browse

All of DSpaceCommunities & CollectionsBy Issue DateAuthorsTitlesSubjectsThis CollectionBy Issue DateAuthorsTitlesSubjects

My Account

LoginRegister

DSpace software copyright © 2002-2016  DuraSpace
Contact Us | Send Feedback
Theme by 
Atmire NV