ANALISIS PUTUSAN PK NOMOR 405/B/PK/PJK/2014 TERKAIT DENGAN FAKTUR PAJAK STANDAR DAN FAKTUR PAJAK SEDERHANA
Abstract
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah Pajak yang dipungut bagi Negara
atas konsumsi Barang Kena Pajak (BKP) maupun Jasa Kena Pajak (JKP) di dalam
negeri. PPN dalam prakteknya wajib dipungut oleh Wajib Pajak (WP) yang sudah
terdaftar sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP). Bukti pungutan PPN oleh
pemungut adalah Faktur Pajak. Faktur Pajak sebelum tahun 2009 terdapat 2 jenis
besar yaitu Faktur Pajak Standar dan Faktur Pajak Sederhana. Faktur Pajak
Standar memuat informasi yang lebih detail mengenai pungutan PPN
dibandingkan Faktur Pajak Sederhana. Sengketa terjadi karena PT. LG
menerbitkan Faktur Pajak Sederhana atas penjualan kepada badan-badan usaha
swasta yang merupakan PKP dimana Faktur Pajak seharusnya dapat dikreditkan
sebagai Pajak Masukan sehingga mengurangi beban Pajak Keluaran yang harus
disetorkan kepada Negara khususnya Kantor Pelayanan Pajak. Dirjen Pajak
menganggap bahwa PT. LG tidak mematuhi UU KUP karena tidak menerbitkan
Faktur Pajak Standar atas transaksi tersebut sehingga para pembeli PKP tidak
dapat mengkreditkan Pajak Masukan. PT. LG menganggap bahwa Faktur Pajak
Sederhana yang telah diterbitkan adalah sesuai dengan UU KUP dimana Faktur
Pajak Standar dapat diisi dengan tidak lengkap sehingga dapat dianggap sebagai
Faktur Pajak Sederhana.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah dalam menerbitkan
Faktur Pajak Sederhana PT. LG memiliki dasar hukum yang tepat serta apakah
sudah tepat putusan Mahkamah Agung dalam menolak gugatan PK oleh Dirjen
Pajak. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif melalui studi
pustaka.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa PT. LG dapat menerbitkan Faktur
Pajak Sederhana meskipun pembeli merupakan PKP jika dalam transaksi pembeli
tidak menunjukkan identitasnya sehingga dapat diterbitkan Faktur Pajak Standar
maupun Faktur Pajak Sederhana sesuai kemauan PT. LG. Putusan PK oleh
Mahkamah Agung yang memenangkan PT. LG adalah dibenarkan karena gugatan
Dirjen Pajak tidak terbukti serta dalam UU KUP memiliki pasal yang saling
bertentangan sehingga hukum menjadi tidak jelas.