PENGGUNAAN HAK JAWAB SEBAGAI PERTANGGUNGJAWABAN PEMBERITAAN OLEH PERS
Abstract
Pemenuhan Hak Jawab merupakan pertanggungjawaban pers nasional atas
pemberitaan pers yang telah merugikan seseorang dan/atau sekelompok orang.
Kewajiban pers dalam melakukan pemenuhan Hak Jawab, diatur dalam pasal 5
ayat (2) UU Pers. Hal tersebut menimbulkan delik pers. Delik pers adalah
perbuatan yang (hanya dapat) dilakukan oleh Pers, yang diancam pidana. Delik
pers ini diatur dalam ketentuan pidana yang ada dalam UU Pers yaitu pada pasal
18 UU Pers. Dalam hal menyelesaikan kasus-kasus pers, maka penyelesaiannya
pun dilakukan dengan UU Pers sebagai Lex Specialis dari KUHP sebagai Lex
Generalis, namun dalam kenyataannya masih terdapat aparat penegak hukum
yang menggunakan pasal-pasal yang terdapat dalam KUHP, sehingga hal ini
tentunya bertentangan dengan asas Lex Specialis derogat Legi Generalii.
Mengetahui dan mendalami penerapan penggunaan Hak Jawab yang
terdapat di dalam UU Pers yang dapat menyelesaikan delik pers, serta mengetahui
apakah benar dan tepat bahwa pemimpin redaksi Meidyatama Suryodiningrat
dikatakan sebagai tersangka yang telah dijerat pasal 156 huruf a KUHP tentang
Penistaan Agama setelah telah melakukan kewajiban yaitu pemenuhan Hak Jawab
dalam kasus pemuatan gambar karikatur oleh The Jakarta Post.
Hasil penelitian diketahui bahwa penerapan Meidyatama Suryodiningrat
sebagai tersangka berdasarkan pasal 156 huruf a KUHP tidak benar dan tidak
tepat karena didasarkan pada asas Lex Specialis Derogat Legi Generali maka
yang seharusnya digunakan dalam penyelesaian perkara delik pers tersebut adalah
UU Pers sebagai lex specialis dari tindak pidana yang terdapat dalam KUHP.
Didasarkan hak jawab tersebut pers memiliki dewan pers untuk membantu
menyelesaikan sebuah kasus sebagai delik pers atau bukan sebagai delik pers.