AKIBAT HUKUM TENTANG TINDAKAN PENOLAKAN RUMAH SAKIT KEPADA PESERTA BPJS KESEHATAN YANG TELAH MEMENUHI PROSEDUR
Abstract
Jaminan kesehatan nasional yang berganti menjadi Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial (BPJS) dibagi menjadi dua yakni: BPJS Ketenagakerjaan dan
BPJS Kesehatan. BPJS diatur dalam UU No.24 Tahun 2011 tentang BPJS. BPJS
merupakan badan hukum yang menyelenggarakan program jaminan sosial hal ini
tertuang dalam Pasal 1 angka 1 UU BPJS. BPJS diselenggarakan dengan asas:
kemanusiaan, manfaat dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Bertujuan untuk mewujudkan terselenggaranya jaminan kesehatan dan
terpenuhinya kebutuhan kesehatan untuk rakyat Indonsia. BPJS diselenggarakan
atas dasar Pasal 28H UUD 1945.
Penyelenggaraan program BPJS Kesehatan tidak berjalan sesuai dengan
tujuan program BPJS Kesehatan. Ada beberapa fasilitas pelayanan kesehatan yang
telah berekerjasama dengan BPJS Kesehatan yang lalai dengan kewajibannya
sebagai peserta fasilitas kesehatan, seperti menolak peserta pasien BPJS
Kesehatan yang membutuhkan pelayanan kesehatan. Hal ini tidak sesuai dengan
asas, tujuan dan prinsip dari program BPJS Kesehatan. Metode penelitian yang
digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah jenis penelitian Yuridis Normatif
melalui studi kepustakaan dan berlandasakan kepada norma-norma hukum yang
terdapat di dalam peraturan perundang-undangan.
Hasil penelitian ini menunjukkan ada perlindungan hukum kepada peserta
BPJS Kesehatan beserta keluarganya yang menjadi korban atas tindakan
penolakan yang dilakukan fasilitas kesehatan yang berkerjasama dengan BPJS
Kesehatan yakni dalam ini ialah rumah sakit, dengan melalui tiga cara, yakni:
Pengaduan Peserta, Mediasi, dan melalui Pengadilan Negeri. Hal ini telah diatur
dalam Pasal 48, Pasal 49 dan Pasal 50 UU BPJS. Serta menunjukkan akibat
hukum tertulis untuk rumah sakit yang berkerja sama dengan BPJS Kesehatan
yang melakukan tindakan penolakan dan tidak memberikan pelayanan kesehatan
terlebih dahulu kepada pasien peserta BPJS Kesehatan, akibat hukum tersebut
diatur didalam Pasal 188 ayat (3) UU Kesehatan, yakni: peringatan secara tertulis;
pencabutan izin sementara atau izin tetap.